Senin, 03 Oktober 2016

MASALAH FIKIH: HUKUM BEJANA (3)



HUKUM MENGGUNAKAN BEJANA ORANG KAFIR DAN MUSYRIK

-Bejana orang kafir baik dari kalangan Ahlul Kitab ataupun bukan jika tidak diketahui kesuciannya dengan yakin hukumnya makruh digunakan, berdasarkan hadits Abu Tsa’labah di dalam Ash-Shahihain:
قال: يا نبي الله، إنا بأرض قوم من أهل الكتاب، أفنأكل في آنيتهم؟  قال: «أما ما ذكرت من أهل الكتاب، فإن وجدتم غيرها فلا تأكلوا فيها، وإن لم تجدوا فاغسلوها وكلوا فيها»
Abu Tsa’labah Al-Khusyani berkata: Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami berada di tanah suatu kaum dari Ahlul Kitab, Apakah kami boleh makan di bejana-bejana mereka?...Beliau bersabda: Adapun yang kamu sebutkan terkait Ahlul Kitab maka jika kalian mendapatkan selainnya, janganlah kalian makan di bejana mereka tersebut, dan jika tidak menemukan selainya maka cucilah bejana mereka dan makanlah di dalamnya.”
 -Perintah membasuh bejana dalam hadits tsb mustahabb, karena secara asal bejana mereka dianggap suci selama tidak diketahui kenajisannya dengan pasti.

-Jika diketahui dengan yakin bahwa bejana mereka suci maka boleh menggunakannya tanpa ada karahah (kemakruhan), berdasarkan riwayat ‘Imran bin Hushain dalam Ash-Shahihain yang menyebutkan:
أن النبي وأصحابه أخذوا الماء للوضوء من مزابة امرأة مشركة
Bahwa Nabi dan para Shahabatnya mengambil air untuk wudhu` dari kantong air[1] seorang wanita musyrik.[2]

-Sebagaimana jika diketahui dengan pasti bahwa bejana mereka najis, maka tidak boleh digunakkan kecuali setelah menghilangkan kenajisan itu terlebih dahulu.



[1] Al-Mazadah adalah kantong air besar yang terbuat dari kulit.
[2]  Yang tercantum di sini bukan lafaz/lafal hadits tapi kesimpulan dari hadits yang panjang yang menceritakan safar Nabi SAW bersama dengan para Shahabat kemudian bertemu dengan wanita musyrik. Kisah tersebut diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya (no: 344) dan Muslim (no. 682).

MASALAH FIKIH: HUKUM BEJANA (2)


HUKUM BEJANA YANG DITAMBAL ATAU DISAMBUNG DENGAN EMAS DAN PERAK

>Tambalan dari emas hukumnya haram baik sedikit atau banyak, baik untuk hajat apalagi untuk zinah (menghiasi bejana).
CATATAN:
Penggunaan emas diharamkan kecuali karena darurat maka hukumnya boleh berdasarkan hadits yang menyebutkan bahwa ‘Arfajah bin As’ad hidungnya terkena tebasan pedang pada perang Al-Kulab maka diapun membuat hidung (palsu) dari perak lalu membusuk kemudian Nabi pun memerintahkannya untuk membuat hidung palsu dari emas. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai). Berdasarkan hadits ini Ulama` Syafi’iyyah sepakat diperbolehkan membuat hidung, gigi dan kuku dari emas dan perak serta mengikat gigi yang sakit dengan emas atau perak. Dan menurut yang paling masyhur tidak boleh membuat tangan dan jari darinya.

>Jika tambalannya dari perak maka hukumnya diperinci sebagai berikut:
   -Tidak makruh jika sedikit untuk hajat (kebutuhan) seperti menambal bejana, berdasarkan hadits Anas bahwa wadah minum Nabi pecah atau terbelah maka Anas pun menyambungnya atau menambalnya dengan perak. (HR. Al-Bukhari)
   -Makruh (tanzih) jika sedikit untuk zinah (menghiasi bejana) tanpa ada hajat, dan tidak haram.
Kesimpulan hukum ini diambil dari penggabungan antara hadits yang melarang mutlak penggunaan bejana emas dan perak dan hadits Anas yang menyebutkan bahwa bagian bawah sarung pedang Nabi dari perak, ujung pegangan pedang beliau dari perak dan apa yang di antara itu lingkaran-lingkaran dari perak. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Dan sebagaimana yang telah disebutkan bahwa hadits ini menjadi dalil Ulama` syafi’iyyah untuk kebolehan menghiasi peralatan perang dengan perak untuk laki-laki.
   -Jika banyak dan digunakan karena hajat maka hukumnya makruh tanzih. Makruh karena banyak dan tidak haram karena ada hajat.[1]
   -Haram jika banyak dan digunakan untuk zinah (menghiasi bejana) semata tanpa ada hajat.
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan atsar dengan sanad shahih bahwa Ibnu ‘Umar tidak mau minum di wadah yang terdapat lingkaran perak dan tambalan perak.
Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani dengan sanad hasan meriwayatkan bahwa ‘Aisyah melarang menambal atau menyambung wadah-wadah untuk minum dengan perak.

-Menurut pendapat yang dipilih Imam An-Nawawi, ukuran banyak dan sedikit perak yang digunakan untuk hajat atau zinah kembali kepada ‘urf,
دليله أن ما أطلق ولم يحد رجع في ضبطه إلى العرف كالقبض في البيع والحرز في السرقة وإحياء الموات ونظائرها
“Dalilnya bahwa apa yang di-muthlak-kan (tidak terikat) dan tidak dibatasi pembatasannya kembali kepada ‘urf (adat kebiasaan), seperti halnya masalah menerima barang dalam jual beli, penyimpanan harta curian yang mu’tabar hukuman potong tangan karena pidana pencurian, menghdupkan/mengelola lahan/tanah yang tidak ada pemiliknya dan penghuninya, serta hal-hal yang semisal lainnya”.



[1] Ini berdasarkan rincian paling shahih dari pendapat-pendapat Ulama Syafi’iyyah menurut Imam An-Nawawi . Adapun DR. Muhammad Az-Zuhaili dalm kitab Al-Mu’tamad fil Fiqhisy Syafi’I memilih pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya boleh (ja-iz) jika banyak sesuai kadar hajat, dan boleh untuk zinah jika sedikit adapun  jika banyak maka haram.

MASALAH FIKIH: HUKUM BEJANA (1)



PENGERTIAN BEJANA
Dalam bahasa Arab:
الإناء (ج) آنية, أوانٍ
Maknanya: tempat atau wadah untuk meletakkan sesuatu yang cair, makanan dan minuman di dalamnya.


HUKUM ASAL MENGGUNAKAN BEJANA
Semua bejana yang terbuat dari bahan yang suci maka hukumnya suci, boleh digunakan dan dimiliki, baik yang terbuat dari batu, kayu, barang tambang, atau kulit hewan yang suci, sekalipun terbuat dari bahan yang berharga seperti batu mulia. Karena tidak ada dalil yang melarangnya maka kembali kepada hukum asalnya, selama tidak berlebih-lebihan dan dikarenakan rasa kesombongan. Adapun bejana yang terbuat dari benda najis maka tidak boleh memilikinya apalagi menggunakannya.


HUKUM BEJANA EMAS DAN PERAK
-Dikecualikan dari bejana yang terbuat dari benda atau bahan yang suci dua jenis bejana:
1. Bejana yang terbuat dari emas
2. Bejana yang terbuat dari perak
Berdasarkan hadits dari Hudzaifah bin Al-Yaman bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تشربوا في آنية الذهب والفضة ولا تأكلوا في صحافها فإنها لهم في الدنيا ولكم في الآخرة
“Janganlah kalian minum di wadah dari emas dan perak, dan janganlah kalian makan di piring dari emas dan perak, karena sesungguhnya itu bagi mereka di dunia dan bagi kalian di akhirat.” (Muttafaq ‘alaih)

Hukum menggunakan bejana atau wadah dari emas dan perak makruh tahrim berdasarkan pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i, bahkan Imam Nawawi dengan tegas dalam kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab mengatakan haram berdasarkan pendapat shahih masyhur, yang ditegaskan jumhur Ulama Syafi’iyyah. Dalil keharamannya adalah ancaman keras yang terdapat dalam hadits Ummu Salamah, Nabi bersabda:
الذي يشرب في آنية الفضة إنما يجرجر في بطنه نار جهنم
“Orang yang minum di wadah dari perak hanyalah menelan (dengan mengeluarkan suara) di dalam perutnya api neraka jahannam.” (Muttafaq ‘alaih).
Dalam salah satu riwayat Muslim dari jalur ‘Ali bin mushir:
إن الذي يأكل أو يشرب في آنية الفضة والذهب...
“Sesungguhnya orang yang makan atau minum di bejana perak dan emas…”

-Dan larangan minum dan makan di bejana emas dan perak dikiyaskan kepada seluruh macam penggunakan termasuk diantaranya untuk berwudhu dan mandi. Demikian juga peralatan makan dan minum lainnya seperti nampan, piring, gelas, sendok, garpu yang terbuat dari emas dan perak. Jika haram menggunakannya maka haram memilikinya berdasarkan kaidah:
كل ما حرم استعماله حرم اقتناؤه, لأن الاقتناء يؤدي إلى الاستعمال وكل ما أدى إلى الحرام فهو حرام.
“Setiap yang haram digunakan maka haram memilikinya, karena memilikinya dapat menghantarkan kepada menggunakannya dan setiap yang menghantarkan kepada yang haram maka hukumnya haram”.
Demikian juga haram membuatnya berdasakan pendapat shahih dan disepakati yang disebutkan Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’:
لأن ما لا يجوز استعماله لا يجوز اتخاذه كالطنبور ولأن اتخاذه يؤدي إلى استعماله فحرم كإمساك الخمر
“Karena apa yang tidak boleh digunakan tidak boleh membuatnya seperti thunbur[1], dan karena membuatnya dapat menghantarkan kepada menggunakannya sehingga haram seperti menyimpan khamar”.

-Jika seseorang berwudhu atau mandi dari bejana emas dan perak maka hukumnya sah tapi pelakunya berdosa karena menggunakan bejana tersebut, dikiyaskan kepada hukum shalat di ad-daar al-maghshubah (tempat atau rumah hasil perampasan).

-Sah hukumnya menjual bejana emas dan perak dengan syarat harganya sama dengan emas atau perak biasa sebelum dibentuk menjadi bejana atau emas sehingga penjualannya dikarenakan emas atau peraknya dan bukan karena bejananya. Ini berdasar pendapat bahwa haram membuat bejana emas dan perak yang disebutkan di atas, dikiyaskan dengan hukum menjual jariyah mughanniyah (budak wanita yang bisa atau pandai menyanyi).

-Boleh menggunakan bejana yang terbuat dari selain emas dan perak kemudian dipoles atau disepuh dengan emas atau perak, selama bejana tersebut jika terkena api tidak meleleh dan lepas bahan emas atau peraknya yang memiliki nilai sebagaimana emas atau perak biasa, karena itu dianggap seperti ma’dum (tidak ada).

- Haramnya penggunaan bejana dan wadah dari emas atau perak untuk makan dan minum serta lainnya umum meliputi laki-laki dan perempuan, berbeda dengan at-tahalli (berhias diri).


TAMBAHAN:
-Berhias diri dengan emas halal untuk wanita dan haram untuk laki-laki, berdasarkan hadits Abu Musa Al-‘Asy’ari, Nabi bersabda:
حرم لباس الحرير والذهب على ذكور أمتي وأحل لإناثهم
“Diharamkan memakai sutra dan emas atas laki-laki dari umatku dan dihalalkan bagi perempuan mereka”. (HR. At-Tirmidzi)

-Boleh bahkan sunnah bagi laki-laki memakai khatam (cincin) dari perak, berdasarkan riwayat Ibnu ‘Abbas dalam Ash-Shahihain yang menyebutkan bahwa Nabi memakai cincin perak di tangan kanan beliau dan ijma’. Adapun perhiasan dari perak selain cincin maka haram menurut jumhur Ulama` Syafi’iyyah. Sebagian Ulama Syafi’iyyah, seperti Al-Mutawalli dan Al-Ghazali berpendapat boleh karena yang telah tetap hukumnya dalam masalah perak hanya pengharaman bejana dan pengharaman menyerupai wanita (tasyabbuh). Dan yang shahih adalah pendapat jumhur Ulama madzhab sebagaimana yang dijelaskan Imam An-Nawawi karena dalam hal tersebut terdapat tasyabbuh dengan wanita maka hukumnya haram.
-Demikian juga Ulama Syafi’iyyah menegaskan boleh bagi laki-laki menghiasi peralatan perang seperti pedang, tombak dan ujung-ujung anak panah, baju besi, ikat pinggang, khuf (sepatu) dan lainnya, karena hal tersebut termasuk yang dapat membuat musuh merasa takut atau ngeri (ar-ru’bu).
-Dan menurut yang paling shahih dari dua pendapat bahwa haram hukumnya menghiasi pelana, tali kekang kuda dan mata pisau dengan perak.
-Adapun menghiasi alat-alat perang dan lainya dari apa yang telah disebutkan dengan emas maka hukumnya haram menurut kesepakatan Ulama madzhab.
-Haram hukumnya menghiasi hewan seperti, ayam, kambing dan lainnya dengan emas atau perak.
-Menurut pendapat yang paling shahih hukumnya haram bagi laki-laki menghiasi pisau yang digunakan untuk memotong karena bukan termasuk alat perang, dan juga bagi perempuan menurut madzhab.
-Yang shahih menurut Imam An-Nawawi haram bagi perempuan/wanita menghiasi alat perang dengan emas ataupun perak karena menggunakan peralatan perang termasuk kekhususan laki-laki dan tasyabbuh perempuan dengan laki-laki haram. Sedangkan menurut Imam-Ar-Rafi’i tidak haram karena tasyabbuh secara asal hukumnya makruh dan secara global wanita dibolehkan ikut berperang.



[1]  Sejenis alat musik dawai, dimainkan dengan cara tertentu yang berbeda dengan alat-alat musik dawai lainnya seperti gitar, mandolin atau kecapi. Disebutkan bahwa alat musik ini digunakan pertama kali oleh orang Nubian, sebuah etnis yang tinggal di utara Sudan dan selatan Mesir.

Sabtu, 01 Oktober 2016

Faidah Mufradat (1)



Nama-Nama Buah
أسماء الفواكه
Buah
فاكهة (ج) فواكه
Apel
تفّاح
Jeruk
برتقال
Jeruk mandarin
يوسفي/ مندرين
Jeruk sukade
أُتْرُج
Pomelo (jeruk bali)
بوميلو/ بوميلي
Limau gedang (grapefruit)
زنباع/ الليمون الهندي
pisang
موز
Pisang hias
موز كاذب
Jeruk lemon
ليمون
Jeruk nipis
ليمون حامض
Semangka  (merah isinya)
بطّيخ أحمر
Semangka (kuning isinya)
بطّيخ أصفر
Buah mirip dengn semangka, bentuknya bulat lonjong, kulitnya hijau muda dan tidak bergaris.
حبحب
Melon
شَمّام
Blewah
خِرْبِز
Strawberry
فَرَاوْلة
Cherry
كَرَز
Leci
اللِتْشيّة/ ليتشي بالعامية
Anggur
عنب
Kismis
زبيب
Pear
كُمَّثْرى
Persik
خَوْخ
Semacam buah persik
دَرَّاق
Buah prem (plum)
بُرْقوق/ إجاص أحمر
Damson plum
إجَّاص/ برقوق داكن
Prem kering
برقوق ناشف
Delima
رمّان
Apricot
مشمش (مثلث الميمين)
Jambu biji
جُوَافة
Jambu monyet
كاجو/ البَلاذُر/ حب الفهم
Jambu air
تفاح جاوا
kurma (muda)
بلح
Kurma (matang dan sudah kering)
تمر
Nanas
أناناس
Pepaya
بابايا/ ببايا
Rambutan
رامبوتان/ نافَلْيون
Durian
دوريان
Nangka (jackfruit)
كاكايا/ جاكية
Sirsak
قشطة شائكة/ قشدة شائكة
Srikaya
قشطة صَدَفية/ سفرجل هندي
Kwinsi (quince)
سَفَرْجَل
Alpukat
زِبْدِيّة/ أفوكاتة
Manggis
جوز جَندُم/ مانغوستين
Sawo
سَبوتة مألوفة
Salak/ snakefruit
سالاكة مألوفة/ فاكهة الثعبان
Belimbing/ starfruit
فاكهة النجمة
Buah naga
فاكهة التِنِّين
Sukun/ breadfruit
فاكهة الخُبْز
Buah yang memiliki satu biji yang diselimuti daging buah (stonefruits)
فاكهة ذات النواة
Markisa
فاكهة زهرة الآلام/ زهرة العاطفة
Kesemak/ buah kaki
الكاكِي/ فاكهة الخرمة
Kelapa
جوز الهند
Kelapa sawit
نخيل الزيت/ نخلة الزيت
Enau/ aren
نخيل السكر/ نخيل سكري
Palem hias
نخيل الزينة
berry
توت
blueberry
توت أزرق
Raspberry (merah)
توت المعلق
blackberry
توت الاسود المعلق
mangga
مانجو
Buah ara
تين
olive
زيتون
Bengkuang (jicama)
هيكاما/ اللوبيا البصلية