Kamis, 29 Januari 2015

Keutamaan Ilmu dan Orang yang Mempelajarinya(2)



Pada makalah pertama kami bawakan penjelasan tentang keutamaan ilmu yang diambil dari firman Allah dalam surat Thaha ayat:114, dan berikut ini lanjutan penjelasan masalah yang sama tapi ditinjau dari dalil-dalil yang lain:

2) Memahami keutamaan ilmu dan orang mempelajarinya dari firman Allah Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat ke-18:

((شهد الله أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولو العلم قائما بالقسط لا إله إلا هو العزيز الحكيم))
Artinya: “Allah telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, dan juga para malaikai dan ahli ilmu (bersaksi), dengan menegakkan keadilan. Tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” 

Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftah Daris Sa’adah (1/50) menjelaskan makna ayat ini:

((استشهد سبحانه بأولى العلم على أجل مشهود عليه وهو توحيده فقال { شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ } وهذا يدل على فضل العلم وأهله من وجوه :
أحدها : استشهادهم دون غيرهم من البشر .
والثاني : اقتران شهادتهم بشهادته .
والثالث : اقترانه بشهادة ملائكته .
والرابع : أن فى ضمن هذا تزكيتهم وتعديلهم فإن الله لا يستشهد من خلقه إلا العدول ومن الأثر المعروف عن النبي صلى الله عليه وسلم ( يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين ).))
 “Allah Subhanahu wa Ta’ala  mengambil persaksian dengan ahli ilmu atas perkara yang paling agung untuk dipersaksikan, yaitu Tauhid, Allah berfirman: “Allah telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, dan juga para malaikat dan ahli ilmu (bersaksi)”, dan ini (persaksian ahli ilmu terhadap tauhid-Nya) menunjukkan atas keutamaan ilmu dan ahlinya dari beberapa sisi:
Pertama: Permintaan persaksian mereka (ahli ilmu) saja tanpa selain mereka dari kalangan manusia.
Kedua: Persaksian mereka diikutsertakan dengan persaksian-Nya.
Ketiga: Persaksian mereka diikutsertakan bersama persaksian para malaikat.
Keempat: Dalam hal ini terkandung tazkiyah dan ta’dil (rekomendasi dan pujian) Allah terhadap mereka, karena Allah tidaklah meminta persaksian dari makhluk-Nya selain  dari orang-orang yang adil, dalam sebuah atsar yang makruf dari Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam: ‘Ilmu ini diemban dari setiap generasi oleh orang-orang yang adil, mereka membersihkan  ilmu dari penyimpangan orang yang melewati batas, kedustaan para pembuat kebatilan dan ta`wil orang-orang yang bodoh`.”

Imam Badruddin Ibnu Jama’ah berkata dalam kitab Tadzkiratus Saam’i wal Mutakallim (hal.41):

((بدأ سبحانه بنفسه وثنَّى بملائكته وثلَّث بأهل العلم ،وكفاهم ذلك شرفاً وفضلا وجلالة ً ونبلا ً))
 “Allah memulai (persaksian atas keesaan-Nya) dengan (persaksian) Diri-Nya, kemudian dengan para Malaikat-Nya lalu dengan Ahli ilmu, dan cukuplah hal itu sebagai kemuliaan, keutamaan, keagungan bagi mereka (Ahli ilmu).”


3) Memahami keutamaan ilmu dan ahlinya dari firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat 9:

((قل هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون))
Artinya: “Katakanlah, apakah sama orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?”

Syaikh ‘Abdur Rahman As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan:

(({قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ}ربهم ويعلمون دينه الشرعي ودينه الجزائي، وما له في ذلك من الأسرار والحكم {وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ} شيئا من ذلك؟ لا يستوي هؤلاء ولا هؤلاء، كما لا يستوي الليل والنهار، والضياء والظلام، والماء والنار.))
“’Katakanlah, apakah sama orang yang mengetahui’ Tuhannya, mengetahui syariat agama-Nya dan pembalasan-Nya serta rahasia dan hikmah-Nya yang terkandung di dalam perkara itu; ‘dan orang yang tidak mengetahui’ sesuatupun dari hal tersebut? (Tentu) tidaklah sama kedua kelompok itu sebagaimana malam dan siang, cahaya dan kegelapan, air dan api tidak sama.”


4) Dalam surat Ar-Ra’du ayat 19 Allah Ta’ala berfirman:

((أفمن يعلم أنما أنزل إليك من ربك الحق كمن هو أعمى إنما يتذكر أولو الألباب))
Artinya: “Apakah orang yang menetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu adalah kebenaran, seperti orang yang buta? Hanya orang-orang yang memiliki pikiran yang dapat mengambil pelajaran.”

Imam Ibnul Qayyim berkata dalam kitab Miftah Daris Sa’adah (1/49) menjelaskan perihal orang yang tidak berilmu:

((جعل سبحانه وتعالى أهل الْجَهْل بِمَنْزِلَة العميان الَّذين لَا يبصرون ...فَمَا ثمَّ إلا عَالم أو أعمى وَقد وصف سُبْحَانَهُ أهل الْجَهْل بِأَنَّهُم صم بكم عمي فِي غير مَوضِع من كِتَابه))
 “Dia Subhanahu wa Ta’ala menjadikan ahli kebodohan sekedudukan dengan orang  yang buta yang tidak bisa melihat…Maka (berdasarkan ayat ini) hanya ada orang yang berimu atau orang yang buta, dan Allah telah menyifati orang-orang yang bodoh dengan tuli, bisu dan buta di banyak tempat dalam Kitab-Nya.”


5) Di antara hadits Nabi yang menjelaskan keutamaan ilmu adalah:

((من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين))
Artinya: “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya maka Allah akan pahamkan dia dalam (urusan) agama.” 

Imam Ibnul Qayyim dalam Miftah Daris Sa’adah (1/60) berkata menegaskan:

((وهذا يدل على أن من لم يفقهه فى دينه لم يرد به خيراً كما أن من أراد به خيراً فقهه فى دينه ، ومن فقهه فى دينه فقد أراد به خيراً إذا أريد بالفقه العلم المستلزم للعمل . وأما إن أريد به مجرد العلم فلا يدل على أن من فقه فى الدين فقد أريد به خيراً فإن الفقه حينئذ يكون شرطاً لإرادة الخير وعلى الأول يكون موجباً والله أعلم))
 “Dan hadits ini menunjukkan bahwa orang yang tidak dipahamkan agama oleh Allah berarti Allah tidak menghendaki kebaikan padanya sebagaimana orang yang Allah kehendaki kebaikan baginya maka akan Dia pahamkan urusan agama, ini (berlaku) jika fiqh (paham) tersebut dimaksudkan untuk ilmu yang berkonsekuensi amalan. Adapun jika dimaksudkan hanya sekedar ilmu saja maka (hadits ini) tidak menunjukkan bahwa orang yang telah paham agama  telah dikehendaki kebaikan baginya, karena fiqh dalam konteks ini akan menjadi syarat untuk dikehendakinya kebaikan, sedangkan berdasarkan makna yang pertama fiqh menjadi sebab untuk dikehendakinya kebaikan tersebut , wallahu a’lam.”

Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (1/165) menjelaskan makna hadits di atas:

((مفهوم الحديث أن من لم يتفقه في الدين أي يتعلم قواعد الإسلام وما يتصل بها من الفروع فقد حرم الخير))
 “Mafhum hadits bahwa orang yang tidak ber-tafaqquh fid din, yaitu mempelajari pondasi-pondasi agama Islam dan perkara-perkara cabang agama Islam yang terkait dengannya; maka dia telah dihalangi dari kebaikan.”


6) Di antara perkataan para Salaf yang menjelaskan kedudukan ilmu dan orang yang mempelajarinya adalah:

Sayyidina Ali bi Abi Thalib berkata: 

"كفى بالعلم شرفا أن يدعيه من لا يحسنه ويفرح به إذا نسب إليه وكفى بالجهل ذما أن يتبرأ من من هو فيه"
“Cukuplah bagi ilmu sebagai kemuliaan bahwa ilmu itu diklaim oleh orang yang tidak menguasainya dan dia berbangga jika dinisbatkan kepada ilmu, dan cukuplah bagi kebodohan sebagai celaan bahwa orang yang berada dalam kebodohan ingin berlepas diri darinya.” (Tadkiratus Sami’ wal Mutakallim, hal.10)
Imam Asy-Syafi’i mengatakan:

" طلب العلم أفضل من صلاة النافلة"
 “Menuntut Ilmu lebih utama dari pada shalat nafilah.” (Madarijus Salikin : 2/439)
Imam Ahmad mengatakan:

" الناس إلى العلم أحوج منهم إلى الطعام والشراب؛ لأن الرجل يحتاج إلى الطعام والشراب في اليوم مرة أو مرتين , وحاجته إلى العلم بعدد أنفاسه "
 “Manusia lebih butuh kepada ilmu dibandingkan makanan dan minuman, karena seseorang membutuhkan makanan dan minuman sekali atau dua kali dalam sehari sedangkan kebutuhannya terhadap ilmu sebanyak jumlah tarikan nafasnya.” (Madarijus Salikin)


Sumber: diterjemahkan dari Kutayyib "Al-'Ilmu Fadhluhu wa Kaifiyyatu Thalabihi" dengan sedikit perubahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar