Sabtu, 31 Januari 2015

Adab-Adab Menuntut Ilmu (Bag.1)

Urgensi Adab Dalam Menuntut Ilmu

Disebutkan, perumpamaan Iman adalah seperti sebuah negri yang memiliki lima beteng pertahanan, benteng pertama (yang paling akhir) terbuat dari emas, yang kedua dari perak, yang ketiga dari besi, yang keempat dari batu bata yang dibakar, dan yang kelima (yang paling depan) dari batu bata yang dikeringkan. Tidak henti-hentinya para penjaga benteng mengawasi benteng yang terdepan (yang terbuat dari batu bata yang dikeringkan) hingga musuh tidak memiliki keinginan untuk merebut benteng selanjutnya, dan jika mereka melalaikan penjagaan benteng terdepan maka musuhpun akan merebut benteng yang kedua, lalu ketiga hingga semua benteng behasil dirubuhkan. Demikianlah Iman itu memiliki lima benteng, yaitu: Yaqin, Ikhlash, Melaksanakan Kewajiban (Adaa`ul Faraidh), lalu perkara-perkara sunnah (As-Sunan), kemudia Menjaga Adab (Hifzhul Aadaab), selama seseorang  senantiasa menjaga adab maka syaithanpun tak punya keinginan untuk melalaikannya, hingga jika dia mulai meninggalkan adab maka syaithanpun akan melalaikannya, pertama dari pelaksanaan sunnah-sunnah, lalu perkara-perkara wajib, kemudian ikhlash dan yang terakhir yaqin.[1]

Imam ‘Abdul Haqq Ibnul Kharrath Al-Isybili menyebutkan bahwa sebagian Ulama mengatakan:
((لا تستهن بالآداب , فإن من استهان بالآداب استهان بالسنن , ومن استهان بالسنن استهان بالفرائض))
“Janganlah meremehkan adab-adab, karena siapa yang meremehkan adab dia akan meremehkan sunnah-sunnah, dan orang yang meremehkan sunnah akan meremehkan jewajiban-kewajiban.”

Dari Ibnul Mubarak berkata, Makhlad bin Al-Husain berkata kepadaku:
((نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من الحديث . ))
“Kita lebih membutuhkan memperbanyak adab dibandingkan kebutuhan kita untuk memperbanyak (periwayatan) hadits.”[2]

Abu An-Nadhr Al-Faqih berkata, aku mendengar Al-Busyanji (Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ibrahim, faqih maliki) berkata:
((من أراد العلم والفقه بغير أدب ، فقد اقتحم أن يكذب على الله ورسوله .))
“Barang siapa yang menginginkan ilmu dan fiqh tanpa adab maka dia pasti akan lancang berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.”[3]

1) Adab yang Pertama: Ikhlash
Ikhlash adalah:
))سر بين الله وبين العبد ، لا يعلمه ملك فيكتبه ، ولا شيطان فيفسده ، ولا هوى فيميله))
“Rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak diketahuai oleh malaikat hingga diapun mencatatnya, tidak diketahui syaithan hingga dia merusakanya, dan tidak pula hawa nafsu hingga diapun menyimpangkannya”.[4]

Ilmu adalah ibadah dan syarat diterimanya ibadah adalah mengikhlashkan niat untuk Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
{وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ}
Artinya: “Tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan memurnikan agama kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah:5)

Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
((إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئٍ ما نوى))
“Hanyalah amalan itu dengan niat, dan bagi setiap orang hanyalah apa yang dia niatkan.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam hadits lain beliau bersabda:
(( من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله ، لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضاً من الدنيا ، لم يجد عرف الجنة يوم القيامة ))
“Barang siapa yang memepelajari ilmu yang seharusnya diniatkan untuk mengharap wajah Allah, lalu dia tidaklah mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan kesenangan dunia maka dia tidak akan mencium bau surge pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)

Dari ‘Abdullah, dia berkata:
((من طلب العلم لأربع دخل النار أو نحو هذه الكلمة ليباهي به العلماء أو ليماري به السفهاء أو ليصرف به وجوه الناس إليه أو ليأخذ به من الأمراء))
“Barang siapa menuntut ilmu karena empat perkara ini dia akan masuk neraka -atau kalimat semaknanya-: untuk berbangga dengannya terhadap ulama, untuk mendebat orang-orang bodoh, untuk memalingkan wajah manusia kepadanya atau untuk meminta sesuatu dengannya kepada para umara`.” (Sunan Ad-Darimi)[5]

Al-Hasan berkata:
(( من طلب العلم ابتغاء الآخرة أدركها ، ومن طلب العلم ابتغاء الدنيا فهو حظه منه.))
“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk mencari akhirat dia pasti akan menbapatkannya dan barang siapa yang menuntut ilmu untuk mencari dunia maka hanya itu bagian yang dia dapat darinya.”[6]

Imam Asy-Syafi’I berkata:
((وددتُ أن الناس تعلَّموا هذا العلم على أن لا يُنسب إلي منه شيءٌ.))
Aku sangat ingin agar manusia mempelajari ilmu ini tanpa menisbatkannya kepadaku sedikitpun.”[7]

Abu ‘Abdillah Ahmad bin ‘Atha Al-Rudzbari berkata:
((العلم موقوف على العمل ، والعمل موقوف على الإخلاص ، والإخلاص يورث الفهم عن الله عز وجل.))
“Ilmu itu terhenti pada amal, dan amal itu terhenti pada ikhlash, dan ikhlash itu mewariskan pemahaman dari Allah ‘Azza wa Jalla.”[8]

Seseorang hanyalah mendapatkan ilmu sekadar niat ikhlashnya dan ikhlash dalam menuntut ilmu berpijak pada empat pondasi yang dengannya terwujud niat ikhlash pada seorang penuntut ilmu jika dia melakukannya:
1- رفع الجهل عن نفسه                            2- رفع الجهل عن الخلق
3- إحياء العلم وحفظه من الضياع                4- العمل بالعلم.
1. Raf’ul jahli ‘an nafsihi (menghilangkan kebodohan pada dirinya)
2. Raf’ul jahli ‘anil khalqi (menghilangkan kebodohan pada diri makhluk)
3. Ihya`ul ‘ilmi wa hifzhuhu minadh dhaya’ (menghidupkan ilmu dan menjaganya dari kelenyapan)
4. Al-‘Amalu bil ‘ilmi (mengamalkan ilmu).[9]

Ibnu Jama’ah (penulis kitab Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim) bertutur tentang ikhlash:
((هو حسن النية في طلب العلم بأن يقصد به وجه الله تعالى، والعمل به، وإحياء الشريعة وتنوير قلبه وتجلية باطنه والقرب من الله تعالى يوم القيامة، والتعرض لما أعد لأهله من رضوانه وعظيم فضله))
“Yaitu niat yang baik dalam menuntut ilmu bertujuan untuk mencari Wajah Allah, mengamalkannya, menghidupkan syariat, menerangi hati dan membersihkan batinnya, dan mendekatkan diri kepada Allah pada hari kiamat serta mengharap apa yang Allah persiapkan bagi ahli ilmu berupa keridhaan-Nya dan karunia-Nya yang agung.”

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
((إنَّ أوَّل خلق الله تُسعَّر بهم النار يوم القيامة ثلاث ... منهم العالم الذي قرأ القرآن ليُقال: قارئ، وتعلَّم العلم ليُقال: عالم، وإنه يُقال له: قد قيل ذلك، وأمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار))
“Sesungguhnya makhluk pertama yang dinyalakan api neraka padanya di hari kiamat ada tiga... salah satunya: seorang alim yang membaca Al-Qur`an agar dia dikatakan seorang qaari`, mempelajari ilmu agar dikatakan orang alim, dan sesungguhnya akan dikatakan padanya: itu sudah dikatakan (pada kalian di dunia), lalu Allah pun memerintahkan agar dia diseret di atas wajahnya hingga dilempar ke neraka.” (HR. Muslim)

Wahai penuntut ilmu, yakinlah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu maka selamat untukmu jika Allah telah melihat keikhlashan pada hatimu.



Sumber: Diterjemahkan dari kutayyib “Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Kaifiyyatu Thalabihi” dengan penyesuaian dan perubahan.


[1] Kitab Ghidza`ul Albab Syarhu Manzhumatil Adab, karya Abu Ishaq Al-Isfarayini (1/37).
[2] Kitab Al-Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Aadabis Sami’, karya Al-Kathib Al-Baghdadi (1/80).
[3] Siyar A’lamin Nubala`, cetakan Ar-Risalah, (13/586)
[4] Ini adalah perkataan Al-Junaid dan dinukil oleh Ibnu Qayyim dalam kitab beliau Madarijus Salikin. (penterjemah)
[5] Hadits ini mauquf atas ‘Abdullah bin Mas’ud dan juga diriwayatkan secara marfu’ oleh At-Tirmidzi dari Ka’ab bin Malik dengan redaksi:
"من طلب العلم ليجاري به العلماء، أو ليماري به السفهاء، أو ليصرف به وجوه الناس إليه، أدخله الله النار"
“Barang siapa yang menuntut ilmu untuk menyaingi ulama, mendebat orang-orang bodoh atau memalingkan wajah manusia kepadanya maka Allah akan masukkan dia ke neraka.” (pent.)
[6] Iqtidha`ul ‘Ilmi Al-‘Amal, karya Al-Khathib Al-Baghdadi, hal.66.
[7] Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (1/310).
[8] Iqtidha`ul ‘Ilmi Al-‘Amal, karya Al-Khathib Al-Baghdadi, hal.32.
[9] Dinukil dengan perubahan dari risalah Ta’zhimul ‘Ilmi, karya Al-‘Ushaimi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar