Senin, 02 Februari 2015

Adab-Adab Menuntut Ilmu (Bag.4)



 6) Adab yang Keenam: Mengamalkan Ilmu
Ilmu yang bermanfaat itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab:
((العلم النافع من هذه العلوم كلها ضبط نصوص الكتاب والسنَّة وفهْم معانيها، والتقيُّد في ذلك بالمأثور عن الصحابة والتابعين وتابعيهم في معاني القرآن والحديث، وفيما ورَد عنهم من كلامٍ في مسائل الحلال والحرام والزهد والرقائق والمعارف، وغير ذلك.))
“Ilmu yang bermanfaat dari seluruh ilmu-ilmu ini adalah  menghapal nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, memahami makna-maknanya dan berpedoman dalam perkara itu dengan apa yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in dan Tabi’uttabi’in tentang makna-makna Al-Qur`an dan Hadits, dan apa saja yang datang dari mereka terkait permasalahan halal dan haram, zuhud, raqa-iq (perkara-perkara yang melembutkan hati), berbagai macam pengetahuan dan yang lainnya.”[1]

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan:
((العلم علمان: فعلمٌ على اللسان، فذاك حجَّة الله على ابن أدم، وعلمٌ في القلب، فذاك العلم النافع))
“Ilmu itu ada dua, yaitu (pertama) ilmu yang ada pada lisan dan itulah hujjah Allah atas keturunan Adam, dan (yang kedua) ilmu yang ada di dalam hati maka itulah ilmu yang bermanfaat.”[2]

Beliau juga berkata:
(( كان الرجل إذا طلب العلم لم يلبث أن يرى ذلك في تخشعه ، وبصره ، ولسانه ، ويده ، وصلاته وزهده . وإن كان الرجل ليصيب الباب من أبواب العلم فيعمل به ، فيكون خيراً له من الدنيا وما فيها))
 “Dulu jika ada seseorang menuntut ilmu maka tidak selang lama terlihat (bekas) ilmu itu pada ke-khusyu`-an, pandangan, lisan, tangan, shalat dan kezuhudannya. Dan sungguh jika seseorang mendapatkan satu bab dari ilmu lalu dia amalkan, itu lebih baik baginya dari pada dunia dan seisinya.”[3]

Dalam kesempatan lain beliau berkata:
((تعلَّموا ما شئتم أن تعلَّموا ، فلن يجازيكم الله على العلم حتى تعملوا، فإنّ السفهاء همتهم الرواية، والعلماء همتهم الرعاية))
“Pelajarilah apa saja yang hendak kalian pelajari dan Allah tidak akan membalas pahala ilmu kalian hingga kalian mengamalkannya. Sesungguhnya hasrat orang bodoh sebatas meriwayatkan (ilmu), sedangkan para Ulama hasrat mereka adalah ri’ayah (menjaga ilmu dengan mengamalkannya).”[4]

Telah tetap sebuah hadits dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
(( القرآن حجة لك أو عليك))
“Al-Qur`an itu hujjah yang membelamu atau menentangmu.”[5]
Maksudnya Al-Qur`an akan menjadi hujjah yang membelamu jika kamu mengamalkannya dan menjadi hujjah yang melawanmu jika kamu tidak mengamalkannya.”

Dan juga telah tetap dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda:
 ((لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع... وعن علمه ماذا عمل به))
“Tidak akan beranjak kedua telapak kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ditanya tentang empat perkara…(di antaranya) tentang ilmunya, apa yang dia amalkan dari ilmunya.”[6]

Ibnul Jauzi berkata dalam kitab Shaidul Khathir:
(( والمسكين كل المسكين من ضاع عمره في علم لم يعمل به ، ففاته لذات الدنيا ، وخيرات الآخرة ، فقدم مفلساً مع قوة الحجة عليه ))
“Sangat teramat kasihan orang yang telah habis umurnya untuk ilmu yang tidak dia amalkan maka terlewatlah amalan dan kebaikan-kebaikan di akhirat karena dunia sehingga dia datang dalam keadaan bangkrut bersamaan kuatnya hujjah atas dirinya.”


Berikut beberapa ibadah terpenting yang hendaknya seorang penuntut ilmu bersemangat mengamalkannya setelah amalan-amalan fardhu:

1. Shalat sunnah rawatib, Rasulullah bersabda:
((من صلى في يوم وليلة ثنتي عشرة ركعة بُني له بيت في الجنة، أربعا قبل الظهر وركعتين بعدها، وركعتين بعد المغرب، وركعتين بعد العشاء، وركعتين قبل صلاة الفجر))
“Barang siapa yang shalat dalam sehari dan semalam dua belas rakaat maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga: empat rakaat sebalum zhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah ‘isya` dan dua rakaat sebelum shalat fajar.”[7]

2. Qiyamul lail, karena ibadah ini merupakan penguat hati di atas kebenaran, rahasia kesuksesan, menjauhkan dari dosa-dosa dan menambah keimanan serta mejadikan seorang hamba bersama orang-orang shalih dan menjadikannya sampai pada kedudukan orang-orang taat lagi berbuat ihsan.
Rasulullah bersabda:
((عليكم بقيام الليل فإنه دأب الصالحين قبلكم، وقربة إلى ربكم، ومكفرة للسيئات، ومنهاة عن الإثم))
“Hendaknya kalian shalat malam karena itu adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, penghapus keburukan, dan pencegah dari dosa.”[8]

‘Ashim bin ‘Ashim Al-Baihaqi berkata:
((بتّ ليلةً عند أحمدَ بن حنبل، فجاء بالماء فوضعه، فلما أصبح نظر إلى الماء فإذا هو كما كان،فقال: سبحان الله! رجل يطلب العلم لا يكون له وردٌ من الليل!!))
“Aku pernah bermalam di tempat Imam Ahmad bin Hambal maka beliaupun membawa air dan meletakkannya (di tempat aku tidur). Tatkala memasuki waktu shubuh beliau memperhatikan air tersebut, ternyata airnya seperti sedia kala maka beliaupun berucap: Subhanallah! Seorang penuntut ilmu tidak memiliki wirid di malam hari!!”[9]

3. Dzikir
Allah Ta’ala berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati merekapun tenang dengan mengingat Allah (dzikir). Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.”

Dalam sebuah hadits disebutkan, ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah:
((دلني على عمل أتشبث به((
“Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang akan aku tekuni!”
Beliau bersabda:
))لا يزال لسانك رطباً بذكر الله))
“(Hendaknya) senantiasa lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah.”[10]

Oleh karena itu, hendaknya engkau, wahai penuntut ilmu, menjaga kebiasaan berdzikir harian, yaitu dzikir-dzikir  masuk dan keluar rumah, masjid, toilet, dzikir makan, minum, berpakaian, berwudhu`, shalat, tidur, dan juga dzikir-dzikir pagi petang. Biasakanlah lisanmu untuk mengatakan: “Ya Tuhanku, ampunilah aku”, karena Allah memiliki waktu-waktu tertentu yang Dia tidak akan menolak permintaan orang yang memohon pada saat itu.

Dari Ayyub As-Sikhtiyani beliau menuturkan bahwa Abu Qilabah berkata kepadaku:
((إذا أحدث الله لك علما فأحدث له عبادة، ولا يكن همك أن تحدث به))
“Jika Allah memberikan padamu suatu ilmu maka hendaknya engkau melakukan suatu ibadah untuknya dan jangan sampai hasratmu sebatas menyampaikan ilmu itu.”[11]

Terakhir sebagai penutup adab yang keenam ini, bacalah dan renungkan kutipan di bawah ini:
((فأصل العلم الذي يورث العمل، ويوجب خشوع القلب، وخشيته لربه، ومحبته له، والقرب منه، والأنس به، والإقبال عليه، ولزوم طاعته، هو :
العلم بالله، وهو معرفة أسمائه وصفاته ، وآلائه ونعمه، وصفات جلاله وجماله، ثم معرفة وعده ووعيده، وماذا أعد الله من النعيم للمتقين، وماذا أعد من العذاب للمجرمين.
ثم يتلوه : العلم بأحكام الله ، وما يحبه ويرضاه من العبد من قول أو عمل أو حال أو اعتقاد .. ويستقيم على ذلك إلى أن يموت.
ومن فاته هذا العلم النافع، وقع في الأربع التي استعاذ منها النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله: «اللَّهُمَّ! إِنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا» أخرجه مسلم))
“Jadi, pondasi ilmu yang mewariskan amalan, menyebabkan kekhusyuan hati, rasa takut, cinta, kedekatan, kenyamanan kepada-Nya, menghadap ke-Nya serta melazimi ketaatan kepada-Nya adalah:
Ilmu tentang Allah, yaitu menganal nama dan sifat-Nya, karunia dan nikmat-Nya, sifat keagungan dan keindahan-Nya, kemudian mengenal janji dan ancaman-Nya serta nikmat yang Dia persiapkan untuk orang-orang yang bertakwa dan adzab yang Dia persiapkan bagi para pendosa.
Setelah itu, Ilmu tentang hukum-hukum Allah dan seluruh ibadah yang Dia cintai, ridhai dari hamba-Nya baik berupa perkataan, perbuatan, keadaan atau keyakinan… dan dia istiqamah di atas semua itu sampai mati.
Barang siapa yang luput dari ilmu yang bermanfaat ini maka dia akan terjatuh dalam empat hal yang Nabi berlindung darinya dalam doanya:
‘Ya Allah, sungguh aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan’ (HR. Muslim).”[12]





Sumber: Diterjemahkan dari kutayyib “Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Kaifiyyatu Thalabihi” dengan penyesuaian dan perubahan.





[1] Majmu’ Rasa-il Ibni Rajab, (3/13).              
[2] Majmu’ Rasa-il Ibni Rajab, (3/28).
[3] Jami’u Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, (1/258).
[4] Jami’u Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, (1/695)
[5] HR. Muslim (223).
[6] Hadits hasan, diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (111).
[7] Hadits shahih, diriwayatkan Ahmad dalam musnadnya (26769).
[8] Shahih diriwayatkan At-Tirmidzi dalam sunannya (3549).
[9] Al-Madkhal ilas Sunanil Kubra lil Baihaqi, (hal.330).
[10] Shahih diriwayatkan At-Tirmizdi dalam sunannya (3375).
[11] Jami’u Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, (1/654)
[12] Mausu’ah Fiqhil Qulub, karya At-Tuwaijiri dan lihat juga kitab Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar