6) Adab
yang Keenam: Mengamalkan Ilmu
Ilmu yang
bermanfaat itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab:
((العلم النافع من هذه العلوم كلها ضبط نصوص الكتاب والسنَّة وفهْم
معانيها، والتقيُّد في ذلك بالمأثور عن الصحابة والتابعين وتابعيهم في معاني القرآن
والحديث، وفيما ورَد عنهم من كلامٍ في مسائل الحلال والحرام والزهد والرقائق والمعارف،
وغير ذلك.))
“Ilmu yang
bermanfaat dari seluruh ilmu-ilmu ini adalah
menghapal nash-nash Al-Qur`an dan As-Sunnah, memahami makna-maknanya dan
berpedoman dalam perkara itu dengan apa yang diriwayatkan dari para Shahabat, Tabi’in
dan Tabi’uttabi’in tentang makna-makna Al-Qur`an dan Hadits, dan apa saja yang datang
dari mereka terkait permasalahan halal dan haram, zuhud, raqa-iq
(perkara-perkara yang melembutkan hati), berbagai macam pengetahuan dan yang
lainnya.”[1]
Al-Hasan
Al-Bashri mengatakan:
((العلم علمان: فعلمٌ على اللسان، فذاك حجَّة الله على ابن أدم، وعلمٌ
في القلب، فذاك العلم النافع))
“Ilmu itu ada
dua, yaitu (pertama) ilmu yang ada pada lisan dan itulah hujjah Allah atas
keturunan Adam, dan (yang kedua) ilmu yang ada di dalam hati maka itulah ilmu
yang bermanfaat.”[2]
Beliau juga
berkata:
(( كان الرجل إذا طلب العلم لم
يلبث أن يرى ذلك في تخشعه ، وبصره ، ولسانه ، ويده ، وصلاته وزهده . وإن كان الرجل
ليصيب الباب من أبواب العلم فيعمل به ، فيكون خيراً له من الدنيا وما فيها))
“Dulu jika ada seseorang menuntut ilmu maka tidak
selang lama terlihat (bekas) ilmu itu pada ke-khusyu`-an, pandangan, lisan,
tangan, shalat dan kezuhudannya. Dan sungguh jika seseorang mendapatkan satu
bab dari ilmu lalu dia amalkan, itu lebih baik baginya dari pada dunia dan
seisinya.”[3]
Dalam
kesempatan lain beliau berkata:
((تعلَّموا ما شئتم أن تعلَّموا ، فلن يجازيكم الله على العلم حتى تعملوا، فإنّ السفهاء همتهم الرواية، والعلماء همتهم الرعاية))
“Pelajarilah apa saja yang hendak kalian pelajari dan Allah tidak akan membalas pahala ilmu kalian hingga
kalian mengamalkannya. Sesungguhnya hasrat orang bodoh sebatas meriwayatkan
(ilmu), sedangkan para Ulama hasrat mereka adalah ri’ayah (menjaga ilmu dengan
mengamalkannya).”[4]
Telah tetap
sebuah hadits dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
(( القرآن حجة لك أو عليك))
“Al-Qur`an itu
hujjah yang membelamu atau menentangmu.”[5]
Maksudnya Al-Qur`an
akan menjadi hujjah yang membelamu jika kamu mengamalkannya dan menjadi hujjah
yang melawanmu jika kamu tidak mengamalkannya.”
Dan juga telah
tetap dari Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda:
((لا تزول قدما عبد يوم
القيامة حتى يسأل عن أربع... وعن علمه ماذا عمل به))
“Tidak akan beranjak kedua telapak kaki anak Adam pada hari kiamat hingga ditanya tentang empat
perkara…(di antaranya) tentang ilmunya, apa yang dia amalkan dari ilmunya.”[6]
Ibnul Jauzi
berkata dalam kitab Shaidul Khathir:
(( والمسكين كل المسكين من ضاع
عمره في علم لم يعمل به ، ففاته لذات الدنيا ، وخيرات الآخرة ، فقدم مفلساً مع قوة
الحجة عليه ))
“Sangat
teramat kasihan orang yang telah habis umurnya untuk ilmu yang tidak dia
amalkan maka terlewatlah amalan dan kebaikan-kebaikan di akhirat karena dunia
sehingga dia datang dalam keadaan bangkrut bersamaan kuatnya hujjah atas dirinya.”
Berikut
beberapa ibadah terpenting yang hendaknya seorang penuntut ilmu bersemangat
mengamalkannya setelah amalan-amalan fardhu:
1. Shalat
sunnah rawatib, Rasulullah bersabda:
((من صلى في يوم وليلة ثنتي عشرة
ركعة بُني له بيت في الجنة، أربعا قبل الظهر وركعتين بعدها، وركعتين بعد المغرب،
وركعتين بعد العشاء، وركعتين قبل صلاة الفجر))
“Barang siapa
yang shalat dalam sehari dan semalam dua belas rakaat maka akan dibangunkan
baginya sebuah rumah di surga: empat rakaat sebalum zhuhur, dua rakaat
setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah ‘isya` dan dua
rakaat sebelum shalat fajar.”[7]
2. Qiyamul
lail, karena ibadah ini merupakan penguat hati di atas kebenaran, rahasia
kesuksesan, menjauhkan dari dosa-dosa dan menambah keimanan serta mejadikan
seorang hamba bersama orang-orang shalih dan menjadikannya sampai pada
kedudukan orang-orang taat lagi berbuat ihsan.
Rasulullah
bersabda:
((عليكم بقيام الليل فإنه دأب
الصالحين قبلكم، وقربة إلى ربكم، ومكفرة للسيئات، ومنهاة عن الإثم))
“Hendaknya
kalian shalat malam karena itu adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum
kalian, ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, penghapus keburukan, dan pencegah
dari dosa.”[8]
‘Ashim bin ‘Ashim
Al-Baihaqi berkata:
((بتّ ليلةً عند أحمدَ بن حنبل، فجاء بالماء فوضعه، فلما أصبح نظر إلى الماء فإذا هو كما كان،فقال: سبحان الله! رجل يطلب العلم لا يكون له وردٌ من الليل!!))
“Aku pernah
bermalam di tempat Imam Ahmad bin Hambal maka beliaupun membawa air dan
meletakkannya (di tempat aku tidur). Tatkala memasuki waktu shubuh beliau
memperhatikan air tersebut, ternyata airnya seperti sedia kala maka beliaupun
berucap: Subhanallah! Seorang penuntut ilmu tidak memiliki wirid di malam
hari!!”[9]
3. Dzikir
Allah Ta’ala
berfirman:
{الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ}
Artinya: “(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati merekapun tenang dengan mengingat Allah
(dzikir). Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.”
Dalam sebuah
hadits disebutkan, ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah:
((دلني على عمل أتشبث به((
“Tunjukkan
kepadaku suatu amalan yang akan aku tekuni!”
Beliau
bersabda:
))لا يزال لسانك رطباً بذكر الله))
“(Hendaknya)
senantiasa lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah.”[10]
Oleh karena
itu, hendaknya engkau, wahai penuntut ilmu, menjaga kebiasaan berdzikir harian,
yaitu dzikir-dzikir masuk dan keluar
rumah, masjid, toilet, dzikir makan, minum, berpakaian, berwudhu`, shalat,
tidur, dan juga dzikir-dzikir pagi petang. Biasakanlah lisanmu untuk
mengatakan: “Ya Tuhanku, ampunilah aku”, karena Allah memiliki waktu-waktu
tertentu yang Dia tidak akan menolak permintaan orang yang memohon pada saat
itu.
Dari Ayyub
As-Sikhtiyani beliau menuturkan bahwa Abu Qilabah berkata kepadaku:
((إذا أحدث الله لك علما فأحدث له
عبادة، ولا يكن همك أن تحدث به))
“Jika Allah
memberikan padamu suatu ilmu maka hendaknya engkau melakukan suatu ibadah untuknya
dan jangan sampai hasratmu sebatas menyampaikan ilmu itu.”[11]
Terakhir
sebagai penutup adab yang keenam ini, bacalah dan renungkan kutipan di bawah
ini:
((فأصل
العلم الذي يورث العمل، ويوجب خشوع القلب، وخشيته لربه، ومحبته له، والقرب منه، والأنس
به، والإقبال عليه، ولزوم طاعته، هو :
العلم بالله، وهو معرفة أسمائه وصفاته ، وآلائه ونعمه،
وصفات جلاله وجماله، ثم معرفة وعده ووعيده، وماذا أعد الله من النعيم للمتقين، وماذا
أعد من العذاب للمجرمين.
ثم يتلوه : العلم بأحكام الله ، وما يحبه ويرضاه من العبد من قول
أو عمل أو حال أو اعتقاد .. ويستقيم على ذلك إلى أن يموت.
ومن فاته هذا العلم
النافع، وقع في الأربع التي استعاذ منها النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله: «اللَّهُمَّ!
إِنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ
لا تَشْبَعُ، وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا» أخرجه مسلم))
“Jadi, pondasi
ilmu yang mewariskan amalan, menyebabkan kekhusyuan hati, rasa takut, cinta, kedekatan,
kenyamanan kepada-Nya, menghadap ke-Nya serta melazimi ketaatan kepada-Nya
adalah:
Ilmu tentang
Allah, yaitu menganal nama dan sifat-Nya, karunia dan nikmat-Nya, sifat
keagungan dan keindahan-Nya, kemudian mengenal janji dan ancaman-Nya serta nikmat
yang Dia persiapkan untuk orang-orang yang bertakwa dan adzab yang Dia
persiapkan bagi para pendosa.
Setelah itu,
Ilmu tentang hukum-hukum Allah dan seluruh ibadah yang Dia cintai, ridhai dari hamba-Nya
baik berupa perkataan, perbuatan, keadaan atau keyakinan… dan dia istiqamah di
atas semua itu sampai mati.
Barang siapa
yang luput dari ilmu yang bermanfaat ini maka dia akan terjatuh dalam empat hal
yang Nabi berlindung darinya dalam doanya:
‘Ya Allah,
sungguh aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu’,
jiwa yang tidak kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan’ (HR. Muslim).”[12]
Sumber: Diterjemahkan dari kutayyib “Al-‘Ilmu Fadhluhu wa
Kaifiyyatu Thalabihi” dengan penyesuaian dan perubahan.
[2] Majmu’ Rasa-il Ibni
Rajab, (3/28).
[3] Jami’u Bayanil ‘Ilmi
wa Fadhlihi, (1/258).
[4] Jami’u Bayanil ‘Ilmi
wa Fadhlihi, (1/695)
[5] HR. Muslim (223).
[6] Hadits hasan, diriwayatkan
Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Kabir (111).
[7] Hadits shahih,
diriwayatkan Ahmad dalam musnadnya (26769).
[8] Shahih diriwayatkan
At-Tirmidzi dalam sunannya (3549).
[9] Al-Madkhal ilas
Sunanil Kubra lil Baihaqi, (hal.330).
[10] Shahih
diriwayatkan At-Tirmizdi dalam sunannya (3375).
[11] Jami’u Bayanil ‘Ilmi
wa Fadhlihi, (1/654)
[12] Mausu’ah Fiqhil
Qulub, karya At-Tuwaijiri dan lihat juga kitab Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil
Khalaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar